Blogger Widgets

Minggu, 28 Desember 2014

Sang Pelukis Pelangi

Karena bingung mau nge-post apa, jadi nge-post cerita yang dibuat waktu awal SMA:D maaf jika semisal terlalu menye-menye. Do you know 'menye-menye'? :p






Byuarrrr…
“Wee, kalau mau lari-lari jangan  di sini.  Lihat  nih air yang  gue bawa jadi tumpah semua, cepat bersihin!” Perintahku dengan gaya seperti atasan yang sedang memerintah bawahannya.
What?  Lo  nyalahin  gue  terus lo  nyuruh  gue  bersihin  air  ini! Sorry,  gue gak bisa.” Pemuda  tersebut   mempercepat langkahnya  meninggalkanku  yang masih terpaku  karena  perkataannya.  
Aku pun tersadar. “Dasar cowok  kurang ajar, awas aja  kalau ketemu.” Gerutuku  kesal  sembari menggapai benda berbentuk tabung yang tergeletak di hadapanku.


            Sungguh  aku tak  betah  dengan  kesengsaraan  hari  pertamaku  berada di tempat                    seperti ini.  Keadaan ini  menjadikanku  kembali  seperti  anak   yang  berada  di masa   peralihan anak-anak menuju  remaja,  padahal  aku  bukanlah  seorang  anak  yang  baru  lulus dari sekolah dasar lalu  melanjutkan  ke tingkat sekolah menengah pertama, aku ini seorang senior  tetapi  apa  bisa dikata, keadaan yang membuatku menjadi seperti ini.

“Heh anak baru, mana airnya?” Tanya seseorang yang mengaku sebagai kakak senior yang telah berada di hadapanku.

“Airnya tumpah di depan koridor kak.” Jawabku pelan.
“Apa? Tumpah? Udah  ngambil airnya  lama, alasan  tumpah di depan  koridor, terus yang kamu bawa sekarang ember kosong. Emangnya kamu kira, aku butuh ember kosong? Aku itu butuh air bukan ember kosong.”
“Airnya buat apaan sih kak? Sewot banget ngomongnya.” Kataku membalas perkataannya.
“Ehh, berani ngejawab? Emangnya kamu siapa di sini? Anak baru juga, tapi sok belagu.”
Sorry,  tapi aku juga  siswa di sini, aku  murid kelas delapan dan  seharusnya aku  gak ikut masa orientasi   siswa  seperti ini. Aku  ulangi sekali  lagi, aku murid  kelas delapan bukan  kelas tujuh. Sorry, masih banyak yang harus aku lakukan dari pada bertengkar sama orang yang ngaku-ngaku sebagai  senior.  Permisi!”  Aku pun  mempercepat  langkahku  meninggalkan  seorang  makhluk yang  baru  saja  berinteraksi  denganku,  tak peduli  dengan  perkataannya dan apa yang akan dia lakukan kepadaku selanjutnya.
***

“Gimana  hari  pertama lo  di sekolah yang  baru?” Ucap Meyni, kakak  semata  wayangku  yang telah duduk di sampingku.
“Ya gitu deh, hari pertama yang sangat menyebalkan, membosankan, gak ada yang menarik yang gue temukan di sana.”
“Yakin lo gak ada?” Anggukan kepala yang kuberikan untuk menjawab pertanyaan si sulung.
“Memangnya, kejadian apa yang  hari ini lo alami  di sana?” Tanya si sulung  dengan  raut wajah yang tidak bisa ditebak berapa meter keseriusan yang ada di wajahnya.
“Biasa aja kali nanyaknya. Tau gak, tadi gue disuruh ikut masa orientasi siswa, padahal gue udah kelas  delapan. Udah disuruh ikut  mos terus gue  disuruh lari keliling  lapangan,  cuma gara-gara telat lima  menit  masuk ke kelas, terus  disuruh ngambil air di toilet dekat koridor, pokoknya gue dikerjain  habis-habisan  sama  orang-orang  yang  ngaku  senior. Huhh,  mana  tadi ketemu sama cowok  yang  super  nyebelin  lagi, lengkap deh  penderitaan  gue  hari  ini.” Jelasku panjang kali lebar.
“Kasian  banget  sih  adik  gue  yang  satu  ini. Sabar  ya,  namanya juga  murid  baru jadi banyak cobaan  pasti  lama-kelamaan  lo  bakalan  nemuin  sesuatu  yang  membuat  lo nyaman berada di sekolah itu.”
“Iya deh kakakku  yang manis,  yang cantik,  terima kasih untuk  nasihatnya.  Gue ke kamar dulu ya. Bye.” Dengan secepat kilat aku berlari menuju istanaku yaitu kamarku karena aku tidak ingin mendengarkan nasihat si sulung yang begitu panjang melebihi panjangnya sang kereta api .
***
            Tak terasa roda yang berdiameter sekian  panjangnya  alias  roda  kehidupan  yang             
terus  berputar,  seperti bumi  yang tak pernah  lelah berputar pada porosnya. Tak kusadari sudah tiga  bulan   kuarungi   kehidupanku  di SMP  Negeri  1  Bogor  ini.  Kusadari,  apa  yang  pernah dikatakan  oleh  si sulung  itu benar.  Dengan terus berjalannya sang waktu, kini aku telah merasa nyaman  berada  di tempat baruku  ini. Tak  hanya itu,  kini aku telah mengenali banyak warga di pemerintahan SMP Negeri 1 ini, seperti teman-teman yang menuntut ilmu di dalam satu ruangan yang sama denganku, teman-teman yang menuntut ilmu dari ruangan-ruangan lain, sebagian dari senior-seniorku,  guru-guru  yang  baik  dan  penuh  perhatian  serta aku  telah mengenal staf-staf yang berada di tempat ini.


“Khania, ikut gue yok?” Ajak Amei, teman dekatku.
“Ke mana?”

“Udah ikut aja, pasti lo bakalan suka deh sama apa yang gue tunjukkin nanti.”
Mau tak mau, aku pun pasrah mengikuti jejak langkah demi langkah yang berada di depanku.

“Tempat apa ini?” Tanyaku yang takjub akan keindahan sebuah tempat sederhana yang berada di hadapanku.

“Murid-murid di sini menyebut taman ini dengan nama ‘taman cinta’.”
“Apa? Taman cinta?  Kenapa  disebut  dengan taman  cinta?” Ujarku  yang  penuh  dengan tanda tanya di atas kepalaku.

“Karena  setiap  pohon  yang  ada di sini pasti  akan ada coretan  nama  pengunjung  yang  sering  mengunjungi  pohon  tersebut  dan  rata-rata,  nama-nama  yang  ada   di  masing-masing   pohon adalah nama kaum hawa dan kaum adam yang menyatakan perasaannya di depan pohon  mereka masing-masing.”
“Hah? Gak salah tuh?”
“Kenapa? Pasti menurut lo itu sebuah kejadian yang  aneh kan?  Dulu disaat pertama kali gue tau tentang  tempat ini, gue  juga mikir hal  yang sama kayak lo. Tapi di sini bukan hanya untuk para makhluk yang  mempunyai  pasangan  doang, para  jombloan  dan  jomblowati juga banyak yang sering nongkrong di sini.  Contohnya, ya seperti  gue ini. Jadi jangan  sungkan-sungkan deh main ke sini, karena satu hari tanpa mengunjungi tempat ini tuh gak afdol.”
“Tergantung sih, kalau gak sibuk gue bakalan sering main ke tempat ini. Tapi gak janji ya.” Kataku seraya mengerdipkan mata ke arah Amai.

            Semenjak hari di mana, aku diperkenalkan dengan taman cinta, aku menjadi sering        
mengunjunginya. Memang benar apa yang  dikatakan oleh  Amei, banyak sekali siwa-siswi yang menyempatkan diri untuk mengunjungi  taman tersebut. Hari  ini kududuk di kursi besi berwarna putih    yang    kudapati  banyaknya    teman-temanku    para    jombloan    dan  jomblowati  yang mengunjungii  tempat  ini,  karena  menurut  mereka  tempat  ini adalah tempat yang cocok untuk bersantai. Selain pemandangannya   yang cukup  indah ditambah  lagi  dengan  kehadiran  kolam kecil  yang  terdapat  di tengah-tengah  taman  itu  dan  kicauan   burung-burung   kutilang   yang menambah syahdunya hari itu.
***


“Hy cewek, sendirian aja nih.” Sapa pemuda berkulit putih.
Terdiam,  tak   sepatah  kata pun  yang  terlintas  dari  bibirku  untuk  membalas  sapaan  pemuda berkulit putih itu.
“Helooo, disapa kok diam aja.” Sambung pemuda tersebut.
Masih sama seperti yang kulakukan barusan.
“Helooo, punya  mulut kan? Kalau punya mulut bisa jawab dong.” Ucap pemuda itu untuk ketiga kalinya.
“Oh gitu. Jadi mau lo apa?” Tanyaku yang kali ini telah terpancing amarah.

“Kan tadi gue nyapa lo, tapi kenapa lo diam aja?”
“Emangnya  penting  gitu,  gue jawab  pertanyaan lo?  Lo cowok songong yang waktu itu nabrak gue di depan koridor dan gak bertanggung jawab itu kan?”
“Yup, benar banget! Ternyata ingatan lo kuat juga ya, gue kira…”
“Gak usah pakek basa-basi bisa kan?” Aku pun pergi meninggalkan pemuda tersebut yang masih berdiri tegap di depan koridor.


“Khania, tunggu gue.” Kalimat itu membuatku terpaku dalam langkahku.

“Lo cepat banget jalannya.” Ungkap pemuda berkulit putih itu dengan nafas yang tak teratur.
“Barusan lo  bilang apa?”  Kataku  yang tak  percaya  dengan  kalimat  yang  dia  ucapkan  disaat mengejarku.

“Yang mana?”
“Lo tau nama gue?”
“Oh yang itu, siapa sih yang gak tau nama lo.” Langsung saja kuarahkan sedikit tatapan sinisku kepada pemuda tersebut.
“Ok,  gue  mau  minta  maaf  sama lo, soal  kejadian  tempo  lalu  di depan  koridor.” Pemuda itu menyodorkan tangannya ke arahku.
Tak merespon perkataan pemuda itu, hanya diam tanpa kata.
Pemuda itu menurunkan tangannya. “Kita bisa temanan kan?” Sambungnya.

“Mungkin.” Aku kembali melangkahkan kakiku menjauh dari labor biologi.
“Gue serius.” Pemuda itu terus mengikuti langkahku.
Langkahku terhenti sejenak dan sebuah anggukan kecil yang kuberikan untuknya.
“Kalau  gitu  boleh  minta  nomor  handphone  lo dong?”  Kata  pemuda  itu seraya cengar-cengir tanpa sebab.
“Cari sendiri bisa kan, bye.”
“Oh ya, nama gue Daniel. Jangan lupa sama nama gue ya.”
Secepat mungkin kuhilangkan jejakku dari hadapan Daniel.

            Sejak hari itu, seiring dengan berjalannya waktu, aku semakin dekat dengan Daniel.          Sebuah  ungkapan    “jangan  menilai  seseorang  dari  penampilannya”   sangat   cocok  untukku, ternyata Daniel  tidak seperti yang kupikirkan,  seperti garis lurus yang mempunyai sudut sebesar seratus delapan puluh derajat, sebesar sudut itu pula pemikiranku terhadap sosok Daniel meleset, dan  seiring  dengan   berjalannya sang  waktu, aku   menganggap  Daniel  sebagai  sahabat  serta sebagai saudara sendiri.
***

            Aku selalu beranggapan sang waktu begitu cepat berjalan, sesuai dengan kenyataan              yang ada. Kini aku telah   lulus dari bangku  sekolah menengah  pertama dan di hari  kelulusanku ini,  ada sesuatu yang tidak  pernah terduga olehku akan terjadi. Tidak seperti kebanyakan remaja pada umumnya,  sungguh  kaget ketika  mendengar  perkataan  yang  terlintas  dari  bibir seorang pemuda yang sangat  kusayangi  sebagai  sahabat. Dia  menyatakan  rasa  sukanya kepadaku, aku yang hanya menganggapnya sebagai sahabat tidak dapat membalas ungkapan hatinya karena aku tidak memiliki rasa suka yang sama dengan dirinya.

            Memang  begitu  cepat  sang waktu berlalu, sekarang liburan  tersisa  satu minggu.
Pada liburan kali ini, aku tidak dapat menghabiskan waktu  liburanku dengan  sahabatku, Daniel. Beberapa hari setelah pengumuman  ujian  nasional, ia pergi.  Kembali ke kampung halamannya, Cilegon.  Disaat  aku  menanyakan,  untuk  apa dia pulang?  Dia  hanya  merespon  pertanyaanku dengan  dua  buah  kata ‘ada urusan’. Aku  tidak  mengerti mengapa ia  menjadi seperti itu, tetapi biarlah waktu yang menjawab semua pertanyaanku.

            Disaat   sedang   asyik   bersantai   di balkon   kamarku,  tanpa  kusadari  ternyata handphoneku telah bernyanyi riang sejak tadi. Aku yang sedari tadi asyik memainkan laptop dan mendengarkan  musik,  baru  menyadari  hal  tersebut  disaat handphoneku bernyanyi untuk yang keenam kalinya. Secepat mungkin  kugapai  handphoneku  yang berada di atas kayu panjang dan berkaki   cokelat   serta  berbagai   macam   buku  juga  berada  di tempat    yang  sama  layaknya handphoneku berada,  apa lagi  kalau bukan  meja  belajar.  Tanpa basa basi,  kugesekkan ke atas bagian  depan  tubuhnya  agar  aku dapat  menjawab  panggilan  tersebut. Setelah  asyik bersenda gurau dengan sang penelpon pada sore itu, terdengar suatu perkataan yang  sedikit mengganjal di pikiranku.

By the way, lo udah keterima di mana?” Tanya sang penelpon kepadaku.

“Di SMK Negeri 1 Bogorlah, tempat idaman gue dari dulu.” Jawabku.
“Ngambil jurusan apa? Kenapa gak daftar di SMA aja?”

“Gue ngambil  jurusan  akutansi.  Gue gak  tertarik masuk SMA, banyak teori yang bikin pusing, mending masuk SMK,  banyak  prakteknya. Kalau  lo sendiri udah keterima di mana nih? Eh tapi yang pasti lo sekolah di sini kan, bukan di sana?”
I don’t know, lihat keadaan yang ada.”
“Apa?  Masih  bisa  berkata  lihat  keadaan?  Liburan  bentar lagi selesai, tapi belum bisa nentuin pilihan. Lo gak ninggalin gue kan?” Seketika aku pun mengerutkan keningku.
“Hahaha, lo takut ya kalau gue pergi? Jujur deh sama gue!”
“Mana ada ya gue takut lo pergi, kalau mau pergi, mau pindah, ya silakan aja. It’s okay.”
“Ahh,  yakin?  Hemm,  tenang  aja  lagi,  kalau kita ditakdirkan untuk bersama, pasti kita bakalan bertemu lagi. Don’t worry, Allah sudah mengatur semuanya.” Ungkap Daniel dari seberang sana.
“Sok bijak lo.”
“Gue bukan sok bijak tapi emang bijak, hehehe.. Udah dulu ya, nanti gue telepon lagi deh, bye.”

Tutt… Tuttt… Tutttt…
Sambungan telpon diputuskan sebelah pihak oleh sang penelpon.
***
            Sudah tiga hari tahun ajaran  baru dimulai  dan  sudah  selama itu  pula, aku   resmi                    menjadi  seorang  pelajar  menengah   kejuruan.  Bisa  menjadi  seorang  pelajar  di sekolah yang banyak   diidam-idamkan   para  murid  yang   seumuran  denganku  adalah  sebuah  kebahagiaan tersendiri  untukku.  Namun  di tengah  kebahagiaan  ini,  terselip  rasa  sedih  yang menghampiri hatiku.   Sampai  sekarang  aku  belum  dapat  bertatap   muka  dengan  sahabat  yang  kusayangi. Jangankan  untuk  bertatap  muka  dengannya,  sebaris  kalimat  mengenai    kabarnya  saja  tidak kudapati lagi. Terakhir  dia memberikan  kabar  kepadaku  disaat sore lalu  kusedang bersantai di balkon kamarku.  Berpuluh-puluh kali  telah kucoba  untuk mencari  tahu akan keadaannya tetapi yang kudapati nihil.


“Hy cewek, sendirian aja nih.”
Aku terpaku dalam langkahku, desiran suara itu seperti rintikan hujan yang tak pernah asing bagi panca indera pendengarku. Kini sang pemilik desiran suara itu telah berada di hadapanku. Cahaya serta tatapan dari kedua benda bundar berwarna kecokelatan yang berada di panca indera pengelihatannya  membuatku  tak   bisa  menahan   bulir-bulir  putih  yang  membanjiri wajahku.
“Kenapa lo nangis? Lo gak senang gue pulang?”
Aku tertunduk, tak dapat rasanya mengungkap sepatah kata pun.
Dia  menegakkan  kepalaku  dengan  lembutnya. “Lo  bisa jawab pertanyaan gue kan?” Sambung pemuda itu seraya  menghapus  bulir-bulir  yang telah  membanjiri  wajahku.  Aku masih terpaku dalam tatapannya.
“Lo jahat banget ya.”
“Emangnya gue jahat kenapa?” Kataku reflek yang masih tersedu-sedu dalam tangisanku.
“Gue pulang bukannya disambut dengan  senyuman  tapi disambut dengan  tangisan. Padahalkan gue pulang buat nemuin lo.”

“Hah? Lo bilang apa barusan?”
“Entahlah, gue juga bingung  barusan  gue bilang apa. Kenapa? Penasaran ya sama kata-kata gue barusan? Hehehe.” Tutur Daniel cengengesan.

“Ihh, lo resek banget sih, gue serius tau.”
“Gue tiga rius malah.”
“Ihh  Daniel, lo  kebiasaan  banget  sih.” Aku  pun  mendaratkan  sebuah  cubitan  di pergelangan tangannya tapi sayang meleset,  dia kabur dari hadapanku dan terjadilah aksi kejar-kejaran antara aku dengan  Daniel  yang  akhirnya membuat  kami  berdua  dijemur  di tengah  lapangan  karena menabrak seorang guru akibat aksi kejar-kejarkan yang kami lakukan.
***

            Sungguh  sang  waktu   begitu  cepat  meninggalkan  jejak-jejak  waktu  yang  telah                  berputar.  Kini aku  sudah   berada  di kelas  sebelas  dan  di sini aku menemukan seseorang yang kusadari,   aku  menyukai    dirinya.   Seperti    berada   di  cerita  dongeng,   seorang  putri   yang menemukan  pangerannya  dan  mereka pun  bersatu,  kurasa  itu  tak  jauh  berbeda dengan yang kualami saat ini. Aku  menemukan seorang  pangeran yang   kuharap  dapat  membuat   indahnya warna-warni dalam  hidupku  dan  kini  kami pun  telah  bersama. Begitu pula dengan sabahatku, walaupun   sekitar  seratus  delapan puluh  hari yang lalu  ia menyatakan perasaannya untuk yang kedua  kalinya  kepadaku,  tetapi  kini  dia  telah  menyusulku,  mempunyai   seorang   putri yang kuharap  dapat  membuat  warna-warni  dalam   hidupnya   walaupun  aku  tak  dapat   membalas perasaannya.

            Sudah hampir enam puluh hari, kumencari titik terang dari perilaku seseorang yang kuharapkan  dapat  membuat   indahnya sang  warna-warni dalam hidupku tetapi hingga detik ini belum ada sebuah warna-warni  di dalam hidupku dari dirinya. Kesal, muak dengan dirinya yang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri seolah kumerasa tak dihiraukan oleh dirinya.

“Lo kenapa Kha? Kusut banget kelihatannya.” Tanya Daniel yang baru kusadari kehadirannya di sampingku.

“Gue kesal Niel, coba lo bayangin, ini udah kedelapan kalinya Nino batalin janjinya buat ketemu sama  gue. Siapa  sih  yang  gak kesal  diginiin.  Sebenarnya  dia  nganggep  gue  gak    sih? Ahh, semuanya sia-sia. Kalau gue tau akhirnya bakalan kayak gini, gue gak akan nerima dia.”
“Sabar, pasti dia punya alasan kenapa gak bisa nemuin lo.”
“Alasan  dia  itu,  kalau  gak  ngeband,  yang  latihan  basketlah,  yang  ke rumah   sakitlah,  yang  nemenin nyokaplah, alasan-alasan  dia itu gak  berlaku buat gue. Bukan  cuma  disaat  janjian dia gak bisa datang, di sekolah  dia juga  jarang  nyamperin  gue,  kalau gue  ke kelasnya,  gue jarang nemuin dia. Sebenarnya mau itu orang apa?! Bikin kesal aja.”
“Udah, jangan emosi. Kalau gitu sepulang dari sini, kita samperin aja dia langsung ke rumahnya, biar semuanya jelas. Ok?”
Aku mengangguk pelan atas tawaran yang diberikan Daniel.


Merasa seperti  orang yang  tak  berdaya  karena telah disakiti oleh seseorang  yang
bernama  ‘Nino’, aku  pun  memutuskan  untuk mengakhiri semuanya. Kini kusadari, bahwa rasa suka tanpa  perkenalan  karakter  terlebih  dahulu  jarang  membawa  dampak yang baik, rata-rata akan berakhir  dengan  penyesalan.  Kuterpaku  dengan  kesendirianku,  berusaha untuk mencoba menghapus  permasalahanku  dengannya. Lambat laun, sang waktu membuatku sadar akan sosok seseorang  yang  begitu  menyayangiku. Dalam tiga puluh hari kudapati banyak warna-warni dari sosok    dirinya,   seseorang  yang   dulu  perasaan  hatinya  tak  dapat  terbalaskan  olehku.   Kini kumengerti   akan    hadirnya  dalam    hidupku,  dia  juga  telah   membuktikan   kepadaku.   Dia melepaskan   seorang   putri  yang    dulu  sangat  kuharapkan   dapat  membuatnya  bahagia, dia mengakui semuanya kepadaku.

            Dia  hanya  manganggap  putri  tersebut   sebagai  seorang  adik, tidak  lebih.  Aku mempercayainya,  karena  aku  telah  mengenalnya  cukup  lama  seperti  sang  bulan  yang  telah mengenal sang bintang berjuta tahun lamanya. Kini aku dan dirinya, yang dulu kuanggap sebagai seorang sahabat telah  menyatu,  dan kini aku  menyadari  bahwa aku  menyayanginya lebih  dari seorang  sahabat.  Tak hanya itu,  orang  tuaku  sudah  menyetujui  hubunganku  dengan  dirinya. Ku sadari, dialah  yang dapat  melukis indahnya sang pelangi di balik jejak bulir-bulir putih yang membanjiri  wajahku  dan dia  pula  yang  dapat  menyinari  duniaku   disaat   duniaku tiada yang menerangi.
***

            Waktuku  untuk  berada di sekolah  yang kusayangi ini dapat dihitung  dengan jari.     Kini  aku  telah  duduk  di bangku  terakhir  masa-masa  sekolah  menengah  atas,  dan  aku harus menjalani masa-masa  pelatihan  kerja  lapangan yang jauh dari tempatku  bermukim. Aku  harus menetap  selama  kurang  lebih  sebelas hari  di Bandung,  hanya    untuk  menjalani   masa-masa pelatihan kerja lapangan dan tidak bertatap muka dengan  sang  pelukis  pelangi selama beberapa hari.  Mungkin     rasa    rindu   akan    kurasakan,    menurutku    itu  hal   yang  wajar.   Sebelum kumeninggalkan    tempatku   bermukim,   dia   memberikan   sebuah   kaset   kepadaku.   Ku tak mengetahui,  apa   isi  kaset  tersebut. Yang pasti, ia memperbolehkanku membuka kaset tersebut disaat kumerindukannya.

            Ini adalah hari keempatku menjalani masa-masa pelatihan kerja lapangan di tempat      ini. Terlalu sibuk dengan segala urusan  yang ada, aku baru  menyempatkan diri untuk  menonton sebuah  kaset  pemberian  dari  sang  pelukis  pelangi.  Hal  yang  dia  lakukan  di dalam rekaman tersebut.   Tingkah   lucunya semasa  sekolah  menengah pertama, kegiatan-kegiatannya disaat ia kembali  ke kampung  halamannya.  Bagiku  ini  adalah  sesuatu yang istimewa untukku, dengan menonton rekaman  tersebut  yang berdurasi  kurang lebih seratus dua puluh menit membuat rasa rindu yang menyangkut di hatiku sedikit terobati.

Drettt… Drettt.. Drettt..

Handphoneku berdering, sebuah panggilan masuk dari orang tuaku. Seperti  mimpi           buruk yang tak  pernah  kuinginkan untuk  terjadi,  masih tak percaya dengan kabar tersebut yang menyebutkan sang   pelukis  pelangiku  terbaring  koma tak  berdaya  di rumah  sakit. Bulir-bulir putih ini terus mengalir  deras  membasahi  seluruh  wajahku.  Kini  aku  sedang   berusaha untuk segera sampai di rumah sakit yang diberitahukan oleh orang tuaku, tapi perasaan  gundah, cemas, khawatir tak  bisa kutepis dari  hatiku. Aku  takut, takut sang  pelukis  pelangi…. Ahh,  aku tidak boleh  berpikiran  negatif.  Selama  perjalanan, aku tak dapat menghentikan sang bulir-bulir putih yang selalu memaksa untuk keluar dari kelopak mataku.

“Ma, Daniel mana? Daniel mana?” Tanyaku yang masih dalam keadaan menangis.
“Sabar sayang, Daniel masih ditangani oleh dokter.” Mama membelai rambutku, mencoba untuk menenangiku.

“Kha, ini untukmu.” Tutur lembut Afira,   mantan  sang  pelukis   pelangi   seraya   menyodorkan selembar kertas kepadaku.  Kuberanjak  dari  dudukku   dan   mengambil   selembar  kertas   dari genggaman Afira.


            Aku yang salah, selama ini tidak pernah jujur kepadamu
            Bukan maksudku untuk mengecewakanmu
Bukan maksudku untuk menyakitimu
            Aku hanya tak ingin melihat sang bintangku,
dilukisi oleh deraian bulir-bulir putih dari indahnya bola matamu

Maafkan aku yang tak pernah jujur kepadamu,
akan penyakit yang selama ini bersarang di tubuhku
Berikan maafmu untukku
Tuhan telah memberikan kebahagiaan kepadaku,
sebelum aku tidak dapat lagi melihat indahnya sang bintang yang selalu ada di hatiku

Jika nanti, Tuhan memanggilku kembali,
jangan pernah buang air matamu untukku
Jika kauingin menangis,
berikanlah dua tetesan air matamu untukku
Sesuai dengan tanggal di mana kaumembalas perasaanku

Jika nanti, Tuhan memanggilku kembali,
Jangan buang air matamu untukku,
tetapi berikanlah senyum indahmu untukku
Agar aku tetap bisa melukis indahnya senyumanmu di hatiku
Walau kita tak dapat bersama, tetapi kasih ini akan kubawa mati

                                                                        For ‘sang bintang hatiku’.

            Deraian  air  mata  ini  terus  mengalir  dari  kedua  bola  mataku, ditambah  dengan                   kabar  yang sangat buruk yang kuterima malam itu. Aku telah kehilangan sang pelukis pelangiku   untuk selama-lamanya. Tak  dapat  menahan  pedihnya  hati ini, aku tak bisa menyadari apa yang terjadi denganku. Yang terakhir kuketahui aku berada di hadapan sang pelukis pelangiku.
***

            Ketika  kuterbangun  dari   tidurku,  yang   kutemukan   adalah  sebuah  keramaian  orang-orang yang sedang melantunkan  surah yasin. Aku  membuka  kain  cokelat yang berada di hadapan  mereka  dan  yang  aku  temui  adalah  sang   pelukis  pelangiku  yang  berada  di  balik  kain tersebut,  dengan  keadaan   yang  tak pernah  terbesit di pikiranku. Air mata ini memaksaku untuk   mengeluarkan   mereka  dari   kelopak   mataku,  tetapi  aku  teringat  akan  sebuah  pesan dari  sang  pelukis  pelangiku.  Aku  tak  boleh memberikan sebuah tangisan disaat kepergiannya, sama  halnya  disaat  dia   datang   kepadaku,  dia  tidak  ingin   aku  mempersembahkan   sebuah tangisan  disaat  dia datang menghampiriku atau pun pergi meninggalkanku untuk selamanya.

            Rasanya  ku tak  sanggup  untuk  menahan  rasa  sakit ini, tak  sanggup  menahan   deraian air  mata  ini  untuk  terus  membanjiri  wajahku  tetapi  aku  akan selalu ingat pesan sang pelukis pelangiku. Kini, sang pelukis pelangiku  telah  pergi  jauh  dari  duniaku.  Namun  semua yang  pernah ia  lukis  di dalam hidupku tak  akan pernah pudar oleh sang waktu. Sembilan puluh dua  hari  kubersama  sang  pelukis  pelangi,  waktu yang sangat singkat kurasakan bersama sang pelukis pelangi namun apa daya, Tuhan telah memanggilnya kembali.

            Disaat kumembutuhkan cahaya,
            kaudatang menyinari hari-hariku
            Disaat kugundah,
            kaudatang membawa ke tenangan untukku
            Disaat kuterjebak dalam kehanyutan air mata,
            kaudatang menghapus kehanyutan tersebut
            dan kaulukiskan indahnya pelangi di jejak deraian air mataku

            Kini tak ada lagi yang bisa sepertimu
            Kini kusadari arti hadirmu dalam duniaku
            Kini kumengerti akan makna pelangi,
yang kaulukiskan selama sembilan puluh dua hari di dalam duniaku
Walaupun hadirmu tak dapat lagi kutemui
Namun  indahnya pelangi dari dirimu akan selalu ada di relung hatiku

            Kini  aku  masih  berada  di dalam  kesendirianku karena sampai  saat ini walaupun               telah  empat bulan sang  pelukis  pelangi  meninggalkanku, tetapi di sini  aku masih  hidup dalam kenangan indahnya warna-warni pelangi yang dilukiskan oleh sang pelukis pelangi untukku

From Japan. Just for fun^^






Coba deh diisi sebentar, hasilnya cukup fun... Kebetulan hasilnya juga banyak yang benar dicoba, bagaimana dengan teman-teman semua? Janji sebelum mengisi : Jangan lihat jawabannya ya, dan jangan kelamaan mikirnya, cukup tulis yang pertama kali terlintas dibenak Anda. That's the whole point...here it goes :

Pertama-tama siapkan bolpen dan kertas. Waktu memilih nama, kamu harus memilih orang yang kamu kenal. Jangan terlalu banyak mikir, tulislah apa yang ada di kepala kamu.

INGAT : Maju satu paragraf per paragraf...
Kalau kamu membaca kelanjutannya, Permohonan anda tidak akan terkabul.

1.. Pertama-tama tulis angka 1 sampai sebelas dikertas anda secaravertikal (atas ke bawah)

2.. Tulis angka yang paling kamu senang (antara 1-11) disebelah angka No.1 dan 2

3.. Tulis 2 nama orang (lawan jenis) yang kamu
kenal, masing-masing di No.3 dan No.7

4.. Tulis 3 nama orang yang kamu kenal di No.4, 5,
dan 6. Disini kamu boleh menulis nama orang di
keluarga, teman, kenalan. Siapapun OK. Cumaharus yang kamu kenal

5.. Di no.8, 9, 10 dan 11 kamu tulis nama judul
lagu yang berbeda-beda

6.. Terakhir, tulis kamu punya permohonan.
(Kamu minta permohonan )

Sudah???...... kalau sudah semua, coba lihat dibawah hasilnya


DAN HASILNYA ADALAH .... :

1.Kamu harus memberitahu ke orang yang anda tulis di No. 7 tentang psikotest ini.

2.Orang yang kamu tulis di No.3 adalah orang yang kamu cintai.

3.Orang yang kamu tulis di No.7 adalah orang yang kamu suka, tetapi bertepuk sebelah tangan.

4.Orang yang kamu tulis di No.4 adalah orang yang anda rasa paling penting bagi kamu.

5.Orang yang kamu tulis di No.5 adalah orang yang paling mengerti tentang kamu.

6.Orang yang kamu tulis di No.6 adalah orang yang membawa keberuntungan pada kamu.

7.Lagu yang kamu tulis di no. 8 adalah lagu yang ditujukan untuk orang No.3

8.Lagu yang kamu tulis di no.9 adalah lagu yang ditujukan untuk orangNo.7

9.Lagu yang kamu tulis di no.10 adalah lagu yang melukiskan apa yang ada di hati kamu.

10.Terakhir, lagu yang kamu tulis di No.11 adalah lagu yang melukiskan hidup kamu.

BAGAIMANA APAKAH CUKUP JITU ?
SELAMAT MENCOBA^^

Kamis, 25 Desember 2014

Teknologi Informasi di Dunia Farmasi?




Perkembangan teknologi informasi mengalami perkembangan pesat dari masa ke masa. Perkembangan teknologi informasi dikembangkan bersama dengan berbagai disiplin ilmu dan diterapkan dalam berbagai bidang. Kemajuan teknologi informasi menjadiakan informasi dapat diakses dengan cepat dan tepat. Sehingga memungkinkan pasien untuk memiliki pemahaman yang baik dari obat-obatan yang mereka dapatkan.





Pada zaman sekarang Dunia sudah semakin terbuka dan cepat dengan berkembangnya teknologi dibidang informasi dan komunikasi. Salah satu bidang yang sangat progresif dalam penerapan sistem teknologi informasi ini adalah pada bidang farmasi kesehatan. Dengan penerapan teknologi informatika di bidang farmasi ini maka beberapa  manfaat yang diperoleh dapat  dirasakan oleh para produsen obat farmasi, para pedagang obat dan pengecer, para ahli farmasi, apoteker, penyelenggara pelayanan kesehatan, para dokter dan para pasien. Dengan penggunaan teknologi informasi di bidang farmasi ini akan bermanfaat yang lebih luas yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat yang lebih tinggi lagi.

Selain itu teknologi informasi juga  membantu farmasis dalam mencari informasi yang terkait dengan masalah kesehatan dengan menggunakan mesin pencari atau search engine yang akan menuntun para farmasis dalam mencari informasi dari yang sifatnya umum menjadi semakin khusus sampai didapatkan informasi yang diinginkan. 



nahh dalam pembuatan setiap obat juga pasti membutuhkan teknologi-teknologi yang canggih ni teman-teman




 Sistem informasi ini juga sangat di butuhkan dan sangat membantu apoteker di apotek. Sistem informasi berperan dalam laporan pembelian,penjualan, barang apa saja yang sudah mau habis, barang yang perlu di order lagi, barang yang paling laku di apotek tertentu, barang yang perlu dig anti karna sudah mendekati masa kadaluarsa, manajemen keuangan serta absensi dan kegiatan karyawan. Hal ini sangat membantu dalam pengolahan apotek bagi kemajuan apotek itu sendiri maupun bagi kemajuan kesehatan pasien, agar obat-obat yang dibutihkan pasien selalu siap sedia saat di butuhkan.


Referensi:
http://blogs.itb.ac.id/ku1071k0316213018widianti/2013/10/27/apa-sih-manfaat-teknologi-informasi-di-dunia-farmasi/#comment-11

Minggu, 21 Desember 2014

New Home?


New beginning


             Pagi itu tak seperti pagi yang lalu. Aku merasa seperti dikejar-kejar. Ah ya, saat itu tepat 13 Agustus 2014. Aku tidak mungkin melupakan tanggal bersejarah itu. Tanggal tersebut yang membawaku keluar dari zona nyamanku. Menggiringku ke tempat sekarang aku mengetikkan naskah ini. Kalian tahu tempat seperti apa? Di mana?

            Aku sedang berbagi napas dengan masyarakat di sini, SEMARANG. Alasanaku berada di sini? Bisa dikatakan untuk sebuah pendidikan yang lebih tinggi, PERGURUAN TINGGI.  Slow but sure, semuanya akan kuketikan dalam naskah ini. Maka dari itu simak dengan seksama cerita pelepasanku dari rumah tercinta, BATAM.




            Hari itu pukul 09:40 WIB kapal terbang akan lepas landas membawaku pergi meninggalkan rumahku, meninggalkan mama, dan adik-adikku. Aneh rasanya karena selama perjalanan dari rumah menuju bandara tidak ada perasaan apapun, tetapi saat dilepas oleh malaikat tanpa sayapku (re:mama) di bandara, indera pengelihatanku tak bisa diajak kompromi. Tiba-tiba saja menitikkan air mata. Duh malu, sok-sok kuat terus ditahan-tahan air matanya biar gak banjir. Sedih? Pasti. Bisa dikatakan anak mama nih. Manja? Enggak kok.Kadang-kadang aja suka kumat hehehe.



 

           Pergi meninggalkan kota kelahiran dan tempat tumbuh kembangku selama 18 tahun sebenarnya membuatku menopang sebuah tanggung jawab. Aku sadar berada di sini dengan sebuah komitmen dan tanggung jawab. Namun, memikirkan hal itu membuat kepalaku terisi oleh anai-anai yang porak-poranda. Hal yang kupilih adalah jalani semua yang ada di hari-hariku dengan baik dan benar. Berikan yang terbaik di setiap langkahku. Ingat selalu mereka yang selalu mensupportku. Mereka yang selalu berharap padaku.




        

           Perkenalkan dua status baruku. First, aku bukan lagi seorang siswi tapi mahasiswi. Second, yang paling miris, lagi LDR-an sama mama, papa, dan adik-adikku. Mahasiswi? Tepatnya sih MABA (Mahasiswa Baru) 2014 di kampus hijau, Universitas Islam Sultan Agung Semarang. 






Akan mengenyam pendidikan selama empat tahun S1 di Fakultas? Fakultas Kedokteran, Prodi  (Program Studi) Farmasi. Farmasi? I'm pharmacist. This is my pride, this is my calling^^