Karena bingung mau nge-post apa, jadi nge-post cerita yang dibuat waktu awal SMA:D maaf jika semisal terlalu menye-menye. Do you know 'menye-menye'? :p
Byuarrrr…
“Wee, kalau mau lari-lari jangan di sini. Lihat nih air yang gue
bawa jadi tumpah semua, cepat bersihin!” Perintahku dengan gaya seperti
atasan yang sedang memerintah bawahannya.
“What? Lo nyalahin gue terus lo nyuruh gue bersihin air ini! Sorry, gue gak bisa.” Pemuda tersebut mempercepat langkahnya meninggalkanku yang masih terpaku karena perkataannya.
Aku pun tersadar. “Dasar cowok kurang ajar, awas aja kalau ketemu.”
Gerutuku kesal sembari menggapai benda berbentuk tabung yang
tergeletak di hadapanku.
Sungguh aku tak betah dengan kesengsaraan hari pertamaku berada di tempat seperti ini. Keadaan ini menjadikanku kembali seperti anak yang
berada di masa peralihan anak-anak menuju remaja, padahal aku
bukanlah seorang anak yang baru lulus dari sekolah dasar lalu
melanjutkan ke tingkat sekolah menengah pertama, aku ini seorang
senior tetapi apa bisa dikata, keadaan yang membuatku menjadi
seperti ini.
“Heh anak baru, mana airnya?” Tanya seseorang yang mengaku sebagai kakak senior yang telah berada di hadapanku.
“Airnya tumpah di depan koridor kak.” Jawabku pelan.
“Apa? Tumpah? Udah ngambil airnya lama, alasan tumpah di depan
koridor, terus yang kamu bawa sekarang ember kosong. Emangnya kamu
kira, aku butuh ember kosong? Aku itu butuh air bukan ember kosong.”
“Airnya buat apaan sih kak? Sewot banget ngomongnya.” Kataku membalas perkataannya.
“Ehh, berani ngejawab? Emangnya kamu siapa di sini? Anak baru juga, tapi sok belagu.”
“Sorry, tapi aku juga siswa di sini, aku murid kelas
delapan dan seharusnya aku gak ikut masa orientasi siswa seperti
ini. Aku ulangi sekali lagi, aku murid kelas delapan bukan kelas
tujuh. Sorry, masih banyak yang harus aku lakukan dari pada
bertengkar sama orang yang ngaku-ngaku sebagai senior. Permisi!” Aku
pun mempercepat langkahku meninggalkan seorang makhluk yang baru
saja berinteraksi denganku, tak peduli dengan perkataannya dan
apa yang akan dia lakukan kepadaku selanjutnya.
***
“Gimana hari pertama lo di sekolah yang baru?” Ucap Meyni, kakak semata wayangku yang telah duduk di sampingku.
“Ya gitu deh, hari pertama yang sangat menyebalkan, membosankan, gak ada yang menarik yang gue temukan di sana.”
“Yakin lo gak ada?” Anggukan kepala yang kuberikan untuk menjawab pertanyaan si sulung.
“Memangnya, kejadian apa yang hari ini lo alami di sana?” Tanya si
sulung dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak berapa meter
keseriusan yang ada di wajahnya.
“Biasa aja kali nanyaknya. Tau gak, tadi gue disuruh ikut masa
orientasi siswa, padahal gue udah kelas delapan. Udah disuruh ikut
mos terus gue disuruh lari keliling lapangan, cuma gara-gara telat
lima menit masuk ke kelas, terus disuruh ngambil air di toilet dekat
koridor, pokoknya gue dikerjain habis-habisan sama orang-orang
yang ngaku senior. Huhh, mana tadi ketemu sama cowok yang super
nyebelin lagi, lengkap deh penderitaan gue hari ini.” Jelasku
panjang kali lebar.
“Kasian banget sih adik gue yang satu ini. Sabar ya, namanya
juga murid baru jadi banyak cobaan pasti lama-kelamaan lo bakalan
nemuin sesuatu yang membuat lo nyaman berada di sekolah itu.”
“Iya deh kakakku yang manis, yang cantik, terima kasih untuk nasihatnya. Gue ke kamar dulu ya. Bye.”
Dengan secepat kilat aku berlari menuju istanaku yaitu kamarku karena
aku tidak ingin mendengarkan nasihat si sulung yang begitu panjang
melebihi panjangnya sang kereta api .
***
Tak terasa roda yang berdiameter sekian panjangnya alias roda kehidupan yang
terus berputar, seperti bumi yang tak pernah lelah berputar pada
porosnya. Tak kusadari sudah tiga bulan kuarungi kehidupanku di
SMP Negeri 1 Bogor ini. Kusadari, apa yang pernah dikatakan
oleh si sulung itu benar. Dengan terus berjalannya sang waktu, kini
aku telah merasa nyaman berada di tempat baruku ini. Tak hanya itu,
kini aku telah mengenali banyak warga di pemerintahan SMP Negeri 1
ini, seperti teman-teman yang menuntut ilmu di dalam satu ruangan yang
sama denganku, teman-teman yang menuntut ilmu dari ruangan-ruangan
lain, sebagian dari senior-seniorku, guru-guru yang baik dan penuh
perhatian serta aku telah mengenal staf-staf yang berada di tempat
ini.
“Khania, ikut gue yok?” Ajak Amei, teman dekatku.
“Ke mana?”
“Udah ikut aja, pasti lo bakalan suka deh sama apa yang gue tunjukkin nanti.”
Mau tak mau, aku pun pasrah mengikuti jejak langkah demi langkah yang berada di depanku.
“Tempat apa ini?” Tanyaku yang takjub akan keindahan sebuah tempat sederhana yang berada di hadapanku.
“Murid-murid di sini menyebut taman ini dengan nama ‘taman cinta’.”
“Apa? Taman cinta? Kenapa disebut dengan taman cinta?” Ujarku yang penuh dengan tanda tanya di atas kepalaku.
“Karena setiap pohon yang ada di sini pasti akan ada coretan
nama pengunjung yang sering mengunjungi pohon tersebut dan
rata-rata, nama-nama yang ada di masing-masing pohon adalah
nama kaum hawa dan kaum adam yang menyatakan perasaannya di depan
pohon mereka masing-masing.”
“Hah? Gak salah tuh?”
“Kenapa? Pasti menurut lo itu sebuah kejadian yang aneh kan? Dulu
disaat pertama kali gue tau tentang tempat ini, gue juga mikir hal
yang sama kayak lo. Tapi di sini bukan hanya untuk para makhluk yang
mempunyai pasangan doang, para jombloan dan jomblowati juga
banyak yang sering nongkrong di sini. Contohnya, ya seperti gue ini.
Jadi jangan sungkan-sungkan deh main ke sini, karena satu hari tanpa
mengunjungi tempat ini tuh gak afdol.”
“Tergantung sih, kalau gak sibuk gue bakalan sering main ke tempat ini.
Tapi gak janji ya.” Kataku seraya mengerdipkan mata ke arah Amai.
Semenjak hari di mana, aku diperkenalkan dengan taman cinta, aku menjadi sering
mengunjunginya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Amei, banyak
sekali siwa-siswi yang menyempatkan diri untuk mengunjungi taman
tersebut. Hari ini kududuk di kursi besi berwarna putih yang
kudapati banyaknya teman-temanku para jombloan dan
jomblowati yang mengunjungii tempat ini, karena menurut mereka
tempat ini adalah tempat yang cocok untuk bersantai. Selain
pemandangannya yang cukup indah ditambah lagi dengan kehadiran
kolam kecil yang terdapat di tengah-tengah taman itu dan
kicauan burung-burung kutilang yang menambah syahdunya hari itu.
***
“Hy cewek, sendirian aja nih.” Sapa pemuda berkulit putih.
Terdiam, tak sepatah kata pun yang terlintas dari bibirku untuk membalas sapaan pemuda berkulit putih itu.
“Helooo, disapa kok diam aja.” Sambung pemuda tersebut.
Masih sama seperti yang kulakukan barusan.
“Helooo, punya mulut kan? Kalau punya mulut bisa jawab dong.” Ucap pemuda itu untuk ketiga kalinya.
“Oh gitu. Jadi mau lo apa?” Tanyaku yang kali ini telah terpancing amarah.
“Kan tadi gue nyapa lo, tapi kenapa lo diam aja?”
“Emangnya penting gitu, gue jawab pertanyaan lo? Lo cowok songong
yang waktu itu nabrak gue di depan koridor dan gak bertanggung jawab
itu kan?”
“Yup, benar banget! Ternyata ingatan lo kuat juga ya, gue kira…”
“Gak usah pakek basa-basi bisa
kan?” Aku pun pergi meninggalkan pemuda tersebut yang masih berdiri tegap di
depan koridor.
“Khania, tunggu gue.” Kalimat itu membuatku terpaku dalam langkahku.
“Lo cepat banget jalannya.” Ungkap pemuda berkulit putih itu dengan nafas yang tak teratur.
“Barusan lo bilang apa?” Kataku yang tak percaya dengan kalimat yang dia ucapkan disaat mengejarku.
“Yang mana?”
“Lo tau nama gue?”
“Oh yang itu, siapa sih yang gak tau nama lo.” Langsung saja kuarahkan sedikit tatapan sinisku kepada pemuda tersebut.
“Ok, gue mau minta maaf sama lo, soal kejadian tempo lalu di
depan koridor.” Pemuda itu menyodorkan tangannya ke arahku.
Tak merespon perkataan pemuda itu, hanya diam tanpa kata.
Pemuda itu menurunkan tangannya. “Kita bisa temanan kan?” Sambungnya.
“Mungkin.” Aku kembali melangkahkan kakiku menjauh dari labor biologi.
“Gue serius.” Pemuda itu terus mengikuti langkahku.
Langkahku terhenti sejenak dan sebuah anggukan kecil yang kuberikan untuknya.
“Kalau gitu boleh minta nomor handphone lo dong?” Kata pemuda itu seraya cengar-cengir tanpa sebab.
“Cari sendiri bisa kan, bye.”
“Oh ya, nama gue Daniel. Jangan lupa sama nama gue ya.”
Secepat mungkin kuhilangkan jejakku dari hadapan Daniel.
Sejak hari itu, seiring dengan berjalannya waktu, aku
semakin dekat dengan Daniel. Sebuah ungkapan “jangan
menilai seseorang dari penampilannya” sangat cocok untukku,
ternyata Daniel tidak seperti yang kupikirkan, seperti garis lurus
yang mempunyai sudut sebesar seratus delapan puluh derajat, sebesar
sudut itu pula pemikiranku terhadap sosok Daniel meleset, dan seiring
dengan berjalannya sang waktu, aku menganggap Daniel sebagai
sahabat serta sebagai saudara sendiri.
***
Aku selalu beranggapan sang waktu begitu cepat berjalan,
sesuai dengan kenyataan yang ada. Kini aku telah lulus
dari bangku sekolah menengah pertama dan di hari kelulusanku ini,
ada sesuatu yang tidak pernah terduga olehku akan terjadi. Tidak
seperti kebanyakan remaja pada umumnya, sungguh kaget ketika
mendengar perkataan yang terlintas dari bibir seorang pemuda yang
sangat kusayangi sebagai sahabat. Dia menyatakan rasa sukanya
kepadaku, aku yang hanya menganggapnya sebagai sahabat tidak dapat
membalas ungkapan hatinya karena aku tidak memiliki rasa suka yang sama
dengan dirinya.
Memang begitu cepat sang waktu berlalu, sekarang liburan tersisa satu minggu.
Pada liburan kali ini, aku tidak dapat menghabiskan waktu liburanku
dengan sahabatku, Daniel. Beberapa hari setelah pengumuman ujian
nasional, ia pergi. Kembali ke kampung halamannya, Cilegon. Disaat
aku menanyakan, untuk apa dia pulang? Dia hanya merespon
pertanyaanku dengan dua buah kata ‘ada urusan’. Aku tidak
mengerti mengapa ia menjadi seperti itu, tetapi biarlah waktu yang
menjawab semua pertanyaanku.
Disaat sedang asyik bersantai di balkon kamarku, tanpa kusadari ternyata handphoneku
telah bernyanyi riang sejak tadi. Aku yang sedari tadi asyik memainkan
laptop dan mendengarkan musik, baru menyadari hal tersebut
disaat handphoneku bernyanyi untuk yang keenam kalinya. Secepat mungkin kugapai handphoneku
yang berada di atas kayu panjang dan berkaki cokelat serta
berbagai macam buku juga berada di tempat yang sama
layaknya handphoneku berada, apa lagi kalau bukan meja
belajar. Tanpa basa basi, kugesekkan ke atas bagian depan tubuhnya
agar aku dapat menjawab panggilan tersebut. Setelah asyik
bersenda gurau dengan sang penelpon pada sore itu, terdengar suatu
perkataan yang sedikit mengganjal di pikiranku.
“By the way, lo udah keterima di mana?” Tanya sang penelpon kepadaku.
“Di SMK Negeri 1 Bogorlah, tempat idaman gue dari dulu.” Jawabku.
“Ngambil jurusan apa? Kenapa gak daftar di SMA aja?”
“Gue ngambil jurusan akutansi. Gue gak tertarik masuk SMA, banyak
teori yang bikin pusing, mending masuk SMK, banyak prakteknya. Kalau
lo sendiri udah keterima di mana nih? Eh tapi yang pasti lo sekolah di
sini kan, bukan di sana?”
“I don’t know, lihat keadaan yang ada.”
“Apa? Masih bisa berkata lihat keadaan? Liburan bentar lagi
selesai, tapi belum bisa nentuin pilihan. Lo gak ninggalin gue kan?”
Seketika aku pun mengerutkan keningku.
“Hahaha, lo takut ya kalau gue pergi? Jujur deh sama gue!”
“Mana ada ya gue takut lo pergi, kalau mau pergi, mau pindah, ya silakan aja. It’s okay.”
“Ahh, yakin? Hemm, tenang aja lagi, kalau kita ditakdirkan untuk bersama, pasti kita bakalan bertemu lagi. Don’t worry, Allah sudah mengatur semuanya.” Ungkap Daniel dari seberang sana.
“Sok bijak lo.”
“Gue bukan sok bijak tapi emang bijak, hehehe.. Udah dulu ya, nanti gue telepon lagi deh, bye.”
Tutt… Tuttt… Tutttt…
Sambungan telpon diputuskan sebelah pihak oleh sang penelpon.
***
Sudah tiga hari tahun ajaran baru dimulai dan sudah
selama itu pula, aku resmi menjadi seorang
pelajar menengah kejuruan. Bisa menjadi seorang pelajar di
sekolah yang banyak diidam-idamkan para murid yang seumuran
denganku adalah sebuah kebahagiaan tersendiri untukku. Namun di
tengah kebahagiaan ini, terselip rasa sedih yang menghampiri
hatiku. Sampai sekarang aku belum dapat bertatap muka dengan
sahabat yang kusayangi. Jangankan untuk bertatap muka dengannya,
sebaris kalimat mengenai kabarnya saja tidak kudapati lagi.
Terakhir dia memberikan kabar kepadaku disaat sore lalu kusedang
bersantai di balkon kamarku. Berpuluh-puluh kali telah kucoba untuk
mencari tahu akan keadaannya tetapi yang kudapati nihil.
“Hy cewek, sendirian aja nih.”
Aku terpaku dalam langkahku, desiran suara itu seperti rintikan hujan
yang tak pernah asing bagi panca indera pendengarku. Kini sang pemilik
desiran suara itu telah berada di hadapanku. Cahaya serta tatapan dari
kedua benda bundar berwarna kecokelatan yang berada di panca indera
pengelihatannya membuatku tak bisa menahan bulir-bulir putih
yang membanjiri wajahku.
“Kenapa lo nangis? Lo gak senang gue pulang?”
Aku tertunduk, tak dapat rasanya mengungkap sepatah kata pun.
Dia menegakkan kepalaku dengan lembutnya. “Lo bisa jawab
pertanyaan gue kan?” Sambung pemuda itu seraya menghapus bulir-bulir
yang telah membanjiri wajahku. Aku masih terpaku dalam tatapannya.
“Lo jahat banget ya.”
“Emangnya gue jahat kenapa?” Kataku reflek yang masih tersedu-sedu dalam tangisanku.
“Gue pulang bukannya disambut dengan senyuman tapi disambut dengan tangisan. Padahalkan gue pulang buat nemuin lo.”
“Hah? Lo bilang apa barusan?”
“Entahlah, gue juga bingung barusan gue bilang apa. Kenapa? Penasaran
ya sama kata-kata gue barusan? Hehehe.” Tutur Daniel cengengesan.
“Ihh, lo resek banget sih, gue serius tau.”
“Gue tiga rius malah.”
“Ihh Daniel, lo kebiasaan banget sih.” Aku pun mendaratkan
sebuah cubitan di pergelangan tangannya tapi sayang meleset, dia
kabur dari hadapanku dan terjadilah aksi kejar-kejaran antara aku
dengan Daniel yang akhirnya membuat kami berdua dijemur di
tengah lapangan karena menabrak seorang guru akibat aksi
kejar-kejarkan yang kami lakukan.
***
Sungguh sang waktu begitu cepat meninggalkan
jejak-jejak waktu yang telah berputar. Kini aku
sudah berada di kelas sebelas dan di sini aku menemukan
seseorang yang kusadari, aku menyukai dirinya. Seperti
berada di cerita dongeng, seorang putri yang menemukan
pangerannya dan mereka pun bersatu, kurasa itu tak jauh
berbeda dengan yang kualami saat ini. Aku menemukan seorang pangeran
yang kuharap dapat membuat indahnya warna-warni dalam hidupku
dan kini kami pun telah bersama. Begitu pula dengan sabahatku,
walaupun sekitar seratus delapan puluh hari yang lalu ia
menyatakan perasaannya untuk yang kedua kalinya kepadaku, tetapi
kini dia telah menyusulku, mempunyai seorang putri yang
kuharap dapat membuat warna-warni dalam hidupnya walaupun aku
tak dapat membalas perasaannya.
Sudah hampir enam puluh hari, kumencari titik terang dari
perilaku seseorang yang kuharapkan dapat membuat indahnya sang
warna-warni dalam hidupku tetapi hingga detik ini belum ada sebuah
warna-warni di dalam hidupku dari dirinya. Kesal, muak dengan dirinya
yang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri seolah kumerasa tak
dihiraukan oleh dirinya.
“Lo kenapa Kha? Kusut banget kelihatannya.” Tanya Daniel yang baru kusadari kehadirannya di sampingku.
“Gue kesal Niel, coba lo bayangin, ini udah kedelapan kalinya Nino
batalin janjinya buat ketemu sama gue. Siapa sih yang gak kesal
diginiin. Sebenarnya dia nganggep gue gak sih? Ahh, semuanya
sia-sia. Kalau gue tau akhirnya bakalan kayak gini, gue gak akan nerima
dia.”
“Sabar, pasti dia punya alasan kenapa gak bisa nemuin lo.”
“Alasan dia itu, kalau gak ngeband, yang latihan basketlah,
yang ke rumah sakitlah, yang nemenin nyokaplah, alasan-alasan
dia itu gak berlaku buat gue. Bukan cuma disaat janjian dia gak
bisa datang, di sekolah dia juga jarang nyamperin gue, kalau gue
ke kelasnya, gue jarang nemuin dia. Sebenarnya mau itu orang apa?!
Bikin kesal aja.”
“Udah, jangan emosi. Kalau gitu sepulang dari sini, kita samperin aja dia langsung ke rumahnya, biar semuanya jelas. Ok?”
Aku mengangguk pelan atas tawaran yang diberikan Daniel.
Merasa seperti orang yang tak berdaya karena telah disakiti oleh seseorang yang
bernama ‘Nino’, aku pun memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Kini
kusadari, bahwa rasa suka tanpa perkenalan karakter terlebih dahulu
jarang membawa dampak yang baik, rata-rata akan berakhir dengan
penyesalan. Kuterpaku dengan kesendirianku, berusaha untuk mencoba
menghapus permasalahanku dengannya. Lambat laun, sang waktu membuatku
sadar akan sosok seseorang yang begitu menyayangiku. Dalam tiga
puluh hari kudapati banyak warna-warni dari sosok dirinya,
seseorang yang dulu perasaan hatinya tak dapat terbalaskan
olehku. Kini kumengerti akan hadirnya dalam hidupku, dia
juga telah membuktikan kepadaku. Dia melepaskan seorang
putri yang dulu sangat kuharapkan dapat membuatnya bahagia,
dia mengakui semuanya kepadaku.
Dia hanya manganggap putri tersebut sebagai seorang
adik, tidak lebih. Aku mempercayainya, karena aku telah
mengenalnya cukup lama seperti sang bulan yang telah mengenal
sang bintang berjuta tahun lamanya. Kini aku dan dirinya, yang dulu
kuanggap sebagai seorang sahabat telah menyatu, dan kini aku
menyadari bahwa aku menyayanginya lebih dari seorang sahabat. Tak
hanya itu, orang tuaku sudah menyetujui hubunganku dengan
dirinya. Ku sadari, dialah yang dapat melukis indahnya sang pelangi
di balik jejak bulir-bulir putih yang membanjiri wajahku dan dia
pula yang dapat menyinari duniaku disaat duniaku tiada yang
menerangi.
***
Waktuku untuk berada di sekolah yang kusayangi ini dapat
dihitung dengan jari. Kini aku telah duduk di bangku
terakhir masa-masa sekolah menengah atas, dan aku harus
menjalani masa-masa pelatihan kerja lapangan yang jauh dari tempatku
bermukim. Aku harus menetap selama kurang lebih sebelas hari di
Bandung, hanya untuk menjalani masa-masa pelatihan kerja
lapangan dan tidak bertatap muka dengan sang pelukis pelangi selama
beberapa hari. Mungkin rasa rindu akan kurasakan,
menurutku itu hal yang wajar. Sebelum kumeninggalkan
tempatku bermukim, dia memberikan sebuah kaset kepadaku.
Ku tak mengetahui, apa isi kaset tersebut. Yang pasti, ia
memperbolehkanku membuka kaset tersebut disaat kumerindukannya.
Ini adalah hari keempatku menjalani masa-masa pelatihan
kerja lapangan di tempat ini. Terlalu sibuk dengan segala urusan
yang ada, aku baru menyempatkan diri untuk menonton sebuah kaset
pemberian dari sang pelukis pelangi. Hal yang dia lakukan di
dalam rekaman tersebut. Tingkah lucunya semasa sekolah menengah
pertama, kegiatan-kegiatannya disaat ia kembali ke kampung
halamannya. Bagiku ini adalah sesuatu yang istimewa untukku,
dengan menonton rekaman tersebut yang berdurasi kurang lebih seratus
dua puluh menit membuat rasa rindu yang menyangkut di hatiku sedikit
terobati.
Drettt… Drettt.. Drettt..
Handphoneku berdering, sebuah panggilan masuk dari orang
tuaku. Seperti mimpi buruk yang tak pernah kuinginkan
untuk terjadi, masih tak percaya dengan kabar tersebut yang
menyebutkan sang pelukis pelangiku terbaring koma tak berdaya di
rumah sakit. Bulir-bulir putih ini terus mengalir deras membasahi
seluruh wajahku. Kini aku sedang berusaha untuk segera sampai di
rumah sakit yang diberitahukan oleh orang tuaku, tapi perasaan
gundah, cemas, khawatir tak bisa kutepis dari hatiku. Aku takut,
takut sang pelukis pelangi…. Ahh, aku tidak boleh berpikiran
negatif. Selama perjalanan, aku tak dapat menghentikan sang
bulir-bulir putih yang selalu memaksa untuk keluar dari kelopak mataku.
“Ma, Daniel mana? Daniel mana?” Tanyaku yang masih dalam keadaan menangis.
“Sabar sayang, Daniel masih ditangani oleh dokter.” Mama membelai rambutku, mencoba untuk menenangiku.
“Kha, ini untukmu.” Tutur lembut Afira, mantan sang pelukis
pelangi seraya menyodorkan selembar kertas kepadaku. Kuberanjak
dari dudukku dan mengambil selembar kertas dari genggaman
Afira.
Aku yang salah, selama ini tidak pernah jujur kepadamu
Bukan maksudku untuk mengecewakanmu
Bukan maksudku untuk menyakitimu
Aku hanya tak ingin melihat sang bintangku,
dilukisi oleh deraian bulir-bulir putih dari indahnya bola matamu
Maafkan aku yang tak pernah jujur kepadamu,
akan penyakit yang selama ini bersarang di tubuhku
Berikan maafmu untukku
Tuhan telah memberikan kebahagiaan kepadaku,
sebelum aku tidak dapat lagi melihat indahnya sang bintang yang selalu ada di hatiku
Jika nanti, Tuhan memanggilku kembali,
jangan pernah buang air matamu untukku
Jika kauingin menangis,
berikanlah dua tetesan air matamu untukku
Sesuai dengan tanggal di mana kaumembalas perasaanku
Jika nanti, Tuhan memanggilku kembali,
Jangan buang air matamu untukku,
tetapi berikanlah senyum indahmu untukku
Agar aku tetap bisa melukis indahnya senyumanmu di hatiku
Walau kita tak dapat bersama, tetapi kasih ini akan kubawa mati
For ‘sang bintang hatiku’.
Deraian air mata ini terus mengalir dari kedua bola
mataku, ditambah dengan kabar yang sangat buruk
yang kuterima malam itu. Aku telah kehilangan sang pelukis pelangiku
untuk selama-lamanya. Tak dapat menahan pedihnya hati ini, aku tak
bisa menyadari apa yang terjadi denganku. Yang terakhir kuketahui aku
berada di hadapan sang pelukis pelangiku.
***
Ketika kuterbangun dari tidurku, yang kutemukan
adalah sebuah keramaian orang-orang yang sedang melantunkan surah
yasin. Aku membuka kain cokelat yang berada di hadapan mereka
dan yang aku temui adalah sang pelukis pelangiku yang berada
di balik kain tersebut, dengan keadaan yang tak pernah
terbesit di pikiranku. Air mata ini memaksaku untuk mengeluarkan
mereka dari kelopak mataku, tetapi aku teringat akan sebuah
pesan dari sang pelukis pelangiku. Aku tak boleh memberikan
sebuah tangisan disaat kepergiannya, sama halnya disaat dia
datang kepadaku, dia tidak ingin aku mempersembahkan sebuah
tangisan disaat dia datang menghampiriku atau pun pergi
meninggalkanku untuk selamanya.
Rasanya ku tak sanggup untuk menahan rasa sakit ini,
tak sanggup menahan deraian air mata ini untuk terus
membanjiri wajahku tetapi aku akan selalu ingat pesan sang pelukis
pelangiku. Kini, sang pelukis pelangiku telah pergi jauh dari
duniaku. Namun semua yang pernah ia lukis di dalam hidupku tak
akan pernah pudar oleh sang waktu. Sembilan puluh dua hari kubersama
sang pelukis pelangi, waktu yang sangat singkat kurasakan bersama
sang pelukis pelangi namun apa daya, Tuhan telah memanggilnya kembali.
Disaat kumembutuhkan cahaya,
kaudatang menyinari hari-hariku
Disaat kugundah,
kaudatang membawa ke tenangan untukku
Disaat kuterjebak dalam kehanyutan air mata,
kaudatang menghapus kehanyutan tersebut
dan kaulukiskan indahnya pelangi di jejak deraian air mataku
Kini tak ada lagi yang bisa sepertimu
Kini kusadari arti hadirmu dalam duniaku
Kini kumengerti akan makna pelangi,
yang kaulukiskan selama sembilan puluh dua hari di dalam duniaku
Walaupun hadirmu tak dapat lagi kutemui
Namun indahnya pelangi dari dirimu akan selalu ada di relung hatiku
Kini aku masih berada di dalam kesendirianku karena
sampai saat ini walaupun telah empat bulan sang
pelukis pelangi meninggalkanku, tetapi di sini aku masih hidup
dalam kenangan indahnya warna-warni pelangi yang dilukiskan oleh sang
pelukis pelangi untukku
Minggu, 28 Desember 2014
From Japan. Just for fun^^
Coba deh diisi sebentar, hasilnya cukup fun... Kebetulan hasilnya juga banyak yang benar dicoba, bagaimana dengan teman-teman semua? Janji sebelum mengisi : Jangan lihat jawabannya ya, dan jangan kelamaan mikirnya, cukup tulis yang pertama kali terlintas dibenak Anda. That's the whole point...here it goes :
Pertama-tama siapkan bolpen dan kertas. Waktu memilih nama, kamu harus memilih orang yang kamu kenal. Jangan terlalu banyak mikir, tulislah apa yang ada di kepala kamu.
INGAT : Maju satu paragraf per paragraf...
Kalau kamu membaca kelanjutannya, Permohonan anda tidak akan terkabul.
1.. Pertama-tama tulis angka 1 sampai sebelas dikertas anda secaravertikal (atas ke bawah)
2.. Tulis angka yang paling kamu senang (antara 1-11) disebelah angka No.1 dan 2
3.. Tulis 2 nama orang (lawan jenis) yang kamu
kenal, masing-masing di No.3 dan No.7
4.. Tulis 3 nama orang yang kamu kenal di No.4, 5,
dan 6. Disini kamu boleh menulis nama orang di
keluarga, teman, kenalan. Siapapun OK. Cumaharus yang kamu kenal
5.. Di no.8, 9, 10 dan 11 kamu tulis nama judul
lagu yang berbeda-beda
6.. Terakhir, tulis kamu punya permohonan.
(Kamu minta permohonan )
Sudah???...... kalau sudah semua, coba lihat dibawah hasilnya
DAN HASILNYA ADALAH .... :
1.Kamu harus memberitahu ke orang yang anda tulis di No. 7 tentang psikotest ini.
2.Orang yang kamu tulis di No.3 adalah orang yang kamu cintai.
3.Orang yang kamu tulis di No.7 adalah orang yang kamu suka, tetapi bertepuk sebelah tangan.
4.Orang yang kamu tulis di No.4 adalah orang yang anda rasa paling penting bagi kamu.
5.Orang yang kamu tulis di No.5 adalah orang yang paling mengerti tentang kamu.
6.Orang yang kamu tulis di No.6 adalah orang yang membawa keberuntungan pada kamu.
7.Lagu yang kamu tulis di no. 8 adalah lagu yang ditujukan untuk orang No.3
8.Lagu yang kamu tulis di no.9 adalah lagu yang ditujukan untuk orangNo.7
9.Lagu yang kamu tulis di no.10 adalah lagu yang melukiskan apa yang ada di hati kamu.
10.Terakhir, lagu yang kamu tulis di No.11 adalah lagu yang melukiskan hidup kamu.
BAGAIMANA APAKAH CUKUP JITU ?
SELAMAT MENCOBA^^
Kamis, 25 Desember 2014
Teknologi Informasi di Dunia Farmasi?
Perkembangan teknologi informasi mengalami
perkembangan pesat dari masa ke masa. Perkembangan teknologi informasi
dikembangkan bersama dengan berbagai disiplin ilmu dan diterapkan dalam
berbagai bidang. Kemajuan teknologi informasi menjadiakan informasi
dapat diakses dengan cepat dan tepat. Sehingga memungkinkan pasien untuk
memiliki pemahaman yang baik dari obat-obatan yang mereka dapatkan.
Pada zaman sekarang Dunia sudah semakin
terbuka dan cepat dengan berkembangnya teknologi dibidang informasi dan
komunikasi. Salah satu bidang yang sangat progresif dalam penerapan
sistem teknologi informasi ini adalah pada bidang farmasi kesehatan.
Dengan penerapan teknologi informatika di bidang farmasi ini maka
beberapa manfaat yang diperoleh dapat dirasakan oleh para produsen
obat farmasi, para pedagang obat dan pengecer, para ahli farmasi,
apoteker, penyelenggara pelayanan kesehatan, para dokter dan para
pasien. Dengan penggunaan teknologi informasi di bidang farmasi ini akan
bermanfaat yang lebih luas yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat yang
lebih tinggi lagi.
Selain itu teknologi informasi juga
membantu farmasis dalam mencari informasi yang terkait dengan masalah
kesehatan dengan menggunakan mesin pencari atau search engine yang akan
menuntun para farmasis dalam mencari informasi dari yang sifatnya umum
menjadi semakin khusus sampai didapatkan informasi yang diinginkan.
nahh dalam pembuatan setiap obat juga pasti membutuhkan teknologi-teknologi yang canggih ni teman-teman
Sistem informasi ini juga sangat di butuhkan dan sangat membantu
apoteker di apotek. Sistem informasi berperan dalam laporan
pembelian,penjualan, barang apa saja yang sudah mau habis, barang yang
perlu di order lagi, barang yang paling laku di apotek tertentu, barang
yang perlu dig anti karna sudah mendekati masa kadaluarsa, manajemen
keuangan serta absensi dan kegiatan karyawan. Hal ini sangat membantu
dalam pengolahan apotek bagi kemajuan apotek itu sendiri maupun bagi
kemajuan kesehatan pasien, agar obat-obat yang dibutihkan pasien selalu
siap sedia saat di butuhkan.
Referensi:
http://blogs.itb.ac.id/ku1071k0316213018widianti/2013/10/27/apa-sih-manfaat-teknologi-informasi-di-dunia-farmasi/#comment-11
Minggu, 21 Desember 2014
New Home?
New beginning |
Pagi itu tak seperti pagi yang
lalu. Aku merasa seperti dikejar-kejar. Ah ya, saat itu tepat 13 Agustus 2014. Aku tidak mungkin melupakan tanggal bersejarah itu. Tanggal tersebut yang membawaku keluar dari zona nyamanku. Menggiringku ke tempat sekarang aku mengetikkan naskah ini.
Kalian tahu tempat seperti apa? Di mana?
Aku sedang berbagi napas dengan masyarakat
di sini, SEMARANG. Alasanaku berada di sini? Bisa dikatakan untuk sebuah pendidikan
yang lebih tinggi, PERGURUAN TINGGI. Slow but
sure, semuanya akan kuketikan dalam naskah ini. Maka dari itu simak dengan seksama cerita pelepasanku dari rumah tercinta, BATAM.
Hari itu pukul
09:40 WIB kapal terbang akan lepas landas membawaku pergi meninggalkan rumahku,
meninggalkan mama, dan adik-adikku. Aneh rasanya karena selama perjalanan dari rumah menuju bandara tidak ada perasaan apapun,
tetapi saat dilepas oleh malaikat tanpa sayapku (re:mama) di bandara,
indera pengelihatanku tak bisa diajak kompromi. Tiba-tiba saja menitikkan air mata. Duh
malu, sok-sok kuat terus ditahan-tahan air
matanya biar gak banjir. Sedih? Pasti. Bisa dikatakan anak mama nih. Manja? Enggak kok.Kadang-kadang aja suka kumat hehehe.
Pergi meninggalkan kota kelahiran dan tempat tumbuh kembangku selama
18 tahun sebenarnya membuatku menopang sebuah tanggung jawab. Aku sadar berada di sini dengan sebuah komitmen dan tanggung jawab. Namun,
memikirkan hal itu membuat kepalaku terisi oleh anai-anai yang porak-poranda. Hal yang
kupilih adalah jalani semua yang ada di hari-hariku dengan baik dan benar. Berikan yang
terbaik di setiap langkahku. Ingat selalu mereka yang selalu mensupportku. Mereka
yang selalu berharap padaku.
Perkenalkan dua
status baruku. First, aku bukan lagi seorang siswi tapi mahasiswi. Second, yang paling
miris, lagi LDR-an sama mama, papa, dan adik-adikku. Mahasiswi? Tepatnya sih MABA
(Mahasiswa Baru) 2014 di kampus hijau, Universitas Islam Sultan Agung
Semarang.
Akan mengenyam pendidikan selama empat tahun S1 di
Fakultas? Fakultas Kedokteran, Prodi
(Program Studi) Farmasi. Farmasi? I'm pharmacist. This is my pride, this is my calling^^
Langganan:
Postingan (Atom)